Karena sesuatu dan lain hal, blog kami yang awalnya bernama sabangiskandar.blogspot.com diganti menjadi aksiputer.blogspot.com

07 September 2007

MANAJEMEN LABA

Oleh: Muh. Iskandar Sabang

Alasan manejer atau pembuat melakukan manajemen adalah mengharapkan sesuatu manfaat dari tindakan yang dilakukan. Ada kemungkinan lain yaitu adanya motivasi tertentu. Inti manajemen laba adalah pemilihan metode. Manajer melakukan pengaturan laba karena beberapa hal, berdasar empiris dan teori, laba dijadikan sebagai target dalam proses penilaian prestasi utama suatu departemen atau perusahaan, laba juga dijadikan sebagai alat mengurangi biaya keagenan (agency cost) jika dilihat dari teori keagenan dan biaya kontrak jika dilihat dari segi teori kontrak, sebagai contoh laba dijadikan sebagai patokan pemberian bonus. Selain itu untuk kepentingan pembuat keputusan oleh banyak pihak (investor, penyedia dana/kreditor, manajer pemilik atau pemegang saham dan pemerintah.
Manajer dapat melakukan pengaturan laba karena adanya beberapa peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan antara lain:
  1. Menajemen akrual, dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi aliran kas, juga keuntungan secara yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer. Kongkritnya, mempercepat atau menunda pengakuan akan pendapatan atau biaya, menganggap sebagai biaya atau investasi yang dapat diamortisasi, perubahan metode akuntansi.
  2. Penerapan kebijaksanaan akuntansi yang wajib, aturan akuntansi akan diterapkan lebih awal atau menunda sampai bersifat wajib untuk diterapkan. Sebagai contoh, Ayres menemukan penerepan lebih awal (pada masa sosialisasi) akan meningkatkan keuntungan $ 0.38 per saham, penerepan lebih awal juga merupakan prestasi bagi manajer.
  3. erubahan akuntansi secara sukarela, berkaitan mengganti atau mengubah suatu metode akuntansi, contoh metode penilaian persediaan, metode penyusutan.
  4. Investasi dan pembelanjaan.

Konsep laba dalam FASB (Financial Accounting Standards Board) adalah laba komprehensif, dimaknai kenaikan aset bersih selain berasal dari transaksi dengan pemilik. Di dalam akuntansi laba dimaknai selisih antara pendapatan dan biaya karena akuntansi menganut konsep kos historis, asas akrual dan konsep penandingan, dengan kata lain laba bermakna sebagai pengukur atas pengembalian atas investasi dari pada sekedar perubahan kas. Dalam hubungannya dengan pemerintah maka laba merupakan objek pajak.

Dilihat dari beberapa pengertian di atas maka ada beberapa pihak yang berkepentingan dengan pengungkapan laba yang secara garis besar dibagi dua yaitu pihak intern dan pihak ektern, namun semua pihak ektern mempunyai kepentingan yang berbeda-beda terhadap informasi laba:

  1. Pihak investor. Laba akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan apakah akan melakukan investasi atau tidak (dengan menghilangkan pertimbangan tujuan tertentu yang ingin dicapai seperti ingin menguasai karena mempunyai hubungan lini aktivitas perusahaan sebelumnya). Untuk kepentingan ini, manajer cenderung berusaha agar laba lebih tinggi.
  2. Pemilik perusahaan. Pemilik berkepentingan untuk mengetahui sejauh mana kinerja manajer dalam mengelolah perusahaan dan sebagai dasar untuk melakukan seberapa besar imbalan (deviden) yang akan diperoleh. Pada kondisi ini manajemen akan dihadapkan dengan dua kondisi yaitu laba yang tinggi akan merupakan indikator kinerja dan laba yang rendah akan memperkecil arus kas yang harus dikeluarkan untuk pembayaran deviden, namun kecenderungan manajer memilih untuk kinerja dinilai lebih baik dibanding mempertimbangkan kas yang harus dikeluarkan.
  3. Pihak kreditor. Sama dengan pertimbangan investor, kreditor akan menilai seberapa besar peluang untuk memperoleh keuntungan. Untuk kepentingan ini, manajer cenderung berusaha agar laba lebih tinggi.
  4. Pemerintah. Berkepentingan seberapa besar pajak yang dapat diperoleh dari suatu perusahaan. Pada keadaan ini manajer cenderung berusaha laba tidak terlalu besar.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa laba merupakan selisih antara pendapatan dan biaya, berarti untuk mengatur laba tidak bisa terlepas dari kedua hal tersebut karena laba hanya merupakan hasil proses matematika.

Pendapatan dapat diartikan dengan beberapa konsep, namun secara netral pendapatan adalah produk perusahaan sebagai hasil dari upaya produktif. Untuk melakukan pengaturan laba melalui pendapatan maka laba maka pembuat laporan keuangan akan melakukan melalui pengakuan dan mengatur saat pengakuan pendapatan.

Dalam teori akuntansi pengakuan dapat dibagi dua yaitu (1) terealisasi atau cukup pasti terealisasi dan (2) terbentuk atau terhak. Jika dilihat pada point pertama, cukup pasti terralisasi akan menimbulkan persepsi yang berbeda pada manajer dengan kata lain manajer dapat mengatakan suatu objek tidak cukup pasti sekalipun sudah cukup pasti jika ingin mengurangi pendapatan dan manajer dapat mengatakan cukup pasti sekalipun kenyataannya tidak cukup pasti, peluang ini merupakan suatu celah tersendiri yang dapat dimanfaatkan oleh pembuat laporan keuangan (dalam hal ini manajer). Demikian pula jika berbicara saat pengakuan, terdapat beberapa pilihan antara lain (1) pada saat kontrak, (2) selama proses produksi secara bertahap, (3) pada saat proses produksi selesai, (4) pada saat penjualan dan (5) pada saat terkumpul. Selain itu, manajer juga dapat melakukan pengaturan pada prosedur-prosedur pengakuan.

Pada komponen biaya, manajer dapat melakukan pengaturan yang konsekuensinya akan meningkatkan laba atau menurunkan laba. Sama halnya dengan pendapatan, biaya juga dapat diatur melalui pengakuan dan saat pengakuan. Terdapat beberapa hal yang sifatnya umum dilakukan dalam pengaturan biaya yaitu (1) melalui pengaturan waktu pengakuan, (2) pemilihan metode-metode seperti metode penilaian persediaan yang akan menentukan berapa besar persediaan yang menjadi kos maupun metode-metode penyusutan. Selain itu terdapat beberapa bentuk pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai biaya atau dikategorikan sebagai investasi, jika dikategorikan sebagai biaya maka pengeluaran-pengeluaran tersebut tentunya akan menjadi pengurang yang akhirnya akan memperkecil laba dan jika dikategorikan sebagai investasi maka terdapat usaha untuk membagi pengeluaran-pengeluaran tersebut kebeberapa periode.

Manajemen laba bukanlah suatu hal merugikan selama dilakukan dalam koridor-koridor peluang, manajemen laba tidak selalu diartikan dengan proses manipulasi laporan keuangan karena terdapatnya beberapa pilihan metode yang dapat digunakan dan bukan sebagai suatu larangan. Manajemen laba berusaha untuk mengatur kondisi perusahaan dan sebagai usaha untuk mempengaruhi pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan.

Berawal dari pengertian laba sebagai selisih antara pendapatan dan biaya mana langkah untuk melakukan pengaturan laba dapat dilakukan dengan pengaturan pendapatan dan pengaturan biaya. Pengaturan pendapatan dapat dilakukan dengan mengatur pengakuan dan saat pengakuan pendapatan itu sendiri, demikian pula halnya dengan biaya. Pengeluaran perusahaan dapat diperlakukan sebagai biaya maupun diperlakukan sebagai investasi.

Pengaturan laba dapat saja dilakukan selama tidak mengaburkan atau menghilangkan informasi atau masih mencerminkan keadaan yang sebenarnya terjadi pada perusahaan.
Kepada para penyusun laporan keuangan, hendaknya manajemen laba tidak didasari pada kepentingan-kepentingan yang sifatnya pribadi seperti keinginan memperoleh bonus dengan laba yang tinggi.

RASIO KEUANGAN PEMERINTAHAN DAERAH

Oleh: Muh. Iskandar Sabang

Dalam melakukan penilaian sebuah perusahaan maka laporan keuangan merupakan salah satu sumber data yang paling banyak digunakan, melalui data laporan keuangan tersebut maka dapat dilakukan analisa rasio keuangan yang akan menggambarkan kondisi sebuah perusahaan. Rasio keuangan yang umum digunakan terdiri dari:


  1. Rasio likuiditas, rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dengan segera (kewajiban jangka pendek).
  2. Rasio aktivitas, rasio yang menunjukkan efektif atau tidak efektif sebuah perusahaan dalam menggunakan dan mengendalikan sumber daya yang dimiliki.
  3. Rasio probabilitas, rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
  4. Rasio leverage, rasio yang menunjukkan perbandingan dana yang disediakan oleh pemilik dengan dana pinjaman perusahaan dari pihak luar.
Namun bagaimana jika akan dilakukan penilaian sebuah pemerintahan (propinsi, kabupaten/kota) dengan berdasarkan laporan keuangan yang dibuat pemerintah yang bersangkutan, apakah masih relevan jika rasio-rasio keuangan di atas digunakan untuk melakukan penilaian? Jawabannya, tentunya tidak sesuai karena rasio-rasio di atas diperuntukkan bagi perusahaan komersil yang profit oriented sementara instansi pemerintahan tidak profit oriented. Disisi lain konten pelanggan antara perusahaan komersil berbeda dengan instansi pemerintah. Karena perbedaan tersebut pun maka proses pelaksaannya tidak sama pula. Pada instansi pemerintahan ada beberapa rasio yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian, antara lain:


Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, rasio ini akan menunjukkan seberapa besar dana sendiri (Pendapatan Asli Daerah) yang digunakan untuk membiayai semua kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Semakin besar rasio ini berarti ketergantungan terhadap bantuan dari pihak luar seperti hibah, bantuan pemerintah pusat maupun propinsi, rasio ini pun menggambarkan seberapa besar partisipasi masyarakat dalam melakukan pembangunan karena PAD diperoleh dari masyarakat melalui pajak, retribusi daerah yang menjadi komponen utama dalam PAD.

Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, setiap pemerintahan telah memiliki estimasi Pendapatan Asli Daerah yang tentunya disusun berdasarkan potensi-potensi yang dimiliki suatu daerah. Tidak tertutup kemungkinan dalam realisasinya, Pendapatan Asli Daerah lebih besar atau lebih kecil dari yang telah diestimasikan. Rasio Efektivitas PAD ini menunjukkan seberapa efektif suatu daerah dalam merealisasikan PAD yang telah dianggarkan tersebut.
Rasio Efisiensi Pendapatan Asli Daerah, dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah tentunya dikeluarkan biaya-biaya, hal ini akan menggambarkan kinerja pemerintah dalam melakukan pemungutan pendapatan.

Rasio Aktivitas, rasio ini melakukan perbandingan antara aktivitas-aktivitas baik dari segi apa yang dilaksanakan maupun kapan pelaksanaannya. Secara garis besar aktivitas yang membutuhkan belanja dalam pemerintahan adalah dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu belanja rutin dan belanja pembangunan. Demikian pula pelaksanaan aktivitas tersebut dapat terbagi-bagai dalam beberapa periode (bagian dalam tahunan). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah khususnya pasal 37 menyebutkan bahwa daerah menyampaikan laporan triwulan pelaksanaan APBD kepada DPRD. Tujuan dari pelaporan triwulan tersebut disamping sebagai kontrol jangka pendek juga diharapkan adanya pemerataan pelaksanaan dalam tiap periodenya. Apabila dalam tiap periodenya tidak merata berarti ada pemanfaatan tenaga kerja tidak merata pula. Terkadang pula dalam pelaporan triwulan khususnya pada triwulan awal belanja akan diperkecil sehingga laporan APBD terlihat surplus (dengan asumsi realisasi penerimaan sesuai dengan anggaran) ini berarti akan terjadi penumpukan beban pada triwulan akhir.

Rasio Aktivitas ini akan melihat keserasian antara belanja rutin terhadap APBD dan keserasian antara belanja pembangunan terhadap APBD. Untuk keserasian antar triwulan dapat dilakukan dengan membandingkan realisasi penyerapan antar triwulan.

Debt Service Coverage Ratio (DSCR), dalam melaksanakan roda pemerintahan, tiap daerah diperbolehkan untuk melakukan pinjaman dari pihak luar, namun pemerintah harus memiliki rasio DSCR minimal 2,5. Rasio DSCR tersebut akan menggambarkan kemampuan dalam melakukan pembayaran pinjaman dari pihak ketiga tersebut. DSCR dihitung dengan melakukan perbandingan antara penjumlahan PAD, Bagian Daerah (BD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) dikurangi Belanja Wajib (BW) dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo.


Apabila nilai DSCR <>


Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio), untuk mengetahui komponen-komponen (Pendapatan, PAD, Belanja, Belanja Rutin dan sebagainya) mana yang perlu mendapatkan perhatian sebaiknya melihat terlebih dahulu pertumbuhan komponen-komponen tersebut. Selain ini ratio pertumbuhan ini akan menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Sebaiknya pertumbuhan ini dinyatakan dalam bentuk persentase. Sebagai contoh pada tahun PAD pada tahun A = 1.000.000, tahun A+1=1.100.000, dan tahun A+2=1.205.500, jika dilihat secara nominal maka PAD mengalami peningkatan sebesar 100.000 (1.100.000 – 1.000.000) dari tahun A ke Tahun A+1, tahun A+1 ke tahun A+2 sebesar 102.500 (1.204.500 – 1.100.000), namun jika dilihat dalam bentuk persentase maka pertumbuhan dari tahun A ke tahun A+1 sebesar 10% (100.000/1.000.000) dan pentumbuhan dari tahun A+1 ke tahun A+2 sebesar 9,5% (102.500/1.100.000). Jika nominal yang dijadikan acuan maka interpretasi yang muncul adalah pertumbuhan PAD mengalami peningkatan dari 100.000 ke 102.500 namun dalam bentuk persentase pertumbuhan tersebut pada dasarnya menurun.

SIKAP OPORTUNIS MANAJER

Oleh: Muh. Iskandar Sabang

Terdapat beberapa faktor yang mendorong perilaku seorang manajer untuk melakukan rekayasa keuangan, jika dilihat secara individu manajer tentunya perilaku yang mendorong adalah adanya keinginan untuk kinerjanya dinilai lebih baik atau berprestasi dan jika dilihat manajer sebagai bagian suatu perusahaan maka manajer menginginkan perusahaan yang dikelolahnya terlihat baik.

Ketika perusahaan akan masuk ke bursa efek (perdagangan saham) maka faktor perilaku kedua yang lebih dominan ditunjukkan seorang manajer. Perusahaan yang baru akan masuk atau melakukan IPO (Initial Public Offering) mengalami ketidakpastian apakah saham yang diajukan diminati atau tidak. Untuk itulah maka manajer harus memperlihatkan kondisi perusahaan sedemikian rupa agar saham yang ditawarkan diminati oleh investor karena satu-satunya informasi yang dapat dibaca oleh calon investor adalah laporan keuangan, demikian pula jika pada posisi pasar sekunder agar tidak mendapat tekanan dari pemilik atau pemegang saham.

Perekayasaan keuangan yang umum dilakukan adalah dengan melakukan manajemen akrual, namun untuk perusahaan issuer (IPO) manajemen akrual yang digunakan adalah discretionary accruals. Cara ini akan menaikkan laba perusahaan dengan melakukan penggesaran laba masa yang akan datang ke masa sekarang dan penggeseran biaya sekarang ke masa yang akan datang.

Perekayasaan dengan akrual ini merupakan teknik yang sangat susah untuk dideteksi, dengan kondisi dimana manajer berharap perusahaannya dinilai baik (prospek), manajer memegang peranan dalam merekayasa keuangan serta adanya metode yang sudah dideteksi oleh pembaca laporan keuangan maka kondisi inilah yang mendorong sikap oportunis manejer. Namun dampak sikap tersebut akan terlihat pada tahun-tahun berikutnya (setelah penawaran), baik untuk akan mengalami penurunan laba karena pendapatan yang seharusnya untuk masa yang akan datang namun diakui sebagai pendapatan masa sekarang serta biaya yang seharusnya diakui pada masa sekarang namun digeser pada ke masa yang akan datang. Kinerja perusahaan yang issuer lebih besar penurunannya dibandingkan dengan non-issuer karena non-issuer tidak lagi menggunakan teknik akrual discretionary accruals.

Antisipasi pada konsekuensi logis merupakan komponen ini dalam mendesain pengandalian. Konsidi ini merupakan hal yang penting bagi seorang manajer keuangan yang terbiasa untuk membuat pertimbangan berdasarkan apakah suatu hasil itu adalah baik atau buruk. Laporan keuangan memberikan informasi untuk menentukan apakah hasil tersebut tepat maupun tidak. Konsekuensi logis inilah yang mendasari manajer bersikap oportunis, bahwa manajer ingin menampilkan suatu laporan keungan yang terlihat bagus dan prospek di mata calon investor.
Pengambilan keputusan telah disamakan dengan proses memikirkan mengelolah, dan memecahkan masalah. Oleh karena itu, terdapat beberapa definisi yang masing-masing digunakan untuk tujuan tertentu. Dalam organisasi pengambilan keputusan biasanya didefinisikan sebagai proses memilih diantara berbagai alternatif tindakan yang berdampak pada masa depan. Dari sekian alternatif yang mungkin dapat dilakukan oleh manajer, proses akrual dengan discretionary accruals yang dapat memperlihatkan laba pada laporan keuangan terlihat baik. Disisi lain calon investor hanya memiliki satu sumber informasi untuk melakukan penilaian terhadap perusahaan.

Untuk mengenali dan mengidentifikasi masalah atau peluang, para pengambil keputusan memerlukan informasi lingkungan, keuangan dan operasi. Informasi kondisi eksternal memberikan informasi adanya peluang-peluang pasar baru sekaligus memberikan informasi tantangan dalam memperoleh peluang tersebut. Informasi keuangan atau operasional dapat memperingatkan manajemen terhadap masalah yang memerlukan tindakan segera. Dengan kekuatan informasi laporan keuangan inilah seorang manajer berkesempatan untuk mengelabui calon investor karena kondisi lingkungan perusahaan merupakan kondisi yang jarang terekspos.

Adalah penting untuk diingat bahwa manusia bukanlah organisasi yang mengenali dan mendefinisikan masalah atau peluang serta tantangan dan mencari tindakan alternatif, manusialah yang memilih kriteria pengambilan keputusan, memilih alternatif yang optimal dan menerapkannya. Lingkungan organisasi di mana manusia digunakan bergantung pada jenis dari masalah pengambilan keputusan atau peluang serta tantangan yang dihadapai. Manusia merupakan makhluk rasional karena memiliki kapasitas untuk berpikir, memilih, dan belajar. Tetapi rasionalitas manusia sangatlah terbatas karena mereka hampir tidak pernah memperoleh informasi yang penuh dan hanya mampu memproses informasi yang tersedia secara berurutan. Manajer sebagai manusia yang akan mengambil keputusan dan memiliki lebih banyak informasi dibandingkan calon investor maka secara rasional jika seorang investor akan kalah dalam memahami informasi akan sebuah perusahaan.

Proses pengambilan keputusan lebih lanjut lagi dipengaruhi oleh tingkat pengalaman sebelum dari individu-individu yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Studi yang dilakukan oleh Bouwnam (1984) mengungkapkan sejumlah perbedaan yang menarik dalam strategi yang digunakan serta data spesifik yang dipilih oleh pakar dan pendatang baru ketika mengambil keputusan berdasarkan informasi akuntansi dan informasi keuangan lainnya. Tiga hal utama yang membedakan adalah (1) pengujian informasi, (2) integrasi pengamatan dan temuan serta (3) pertimbangan. Investor sebagai pendatang baru (dilihat dari informasi yang harus dipelajari) dan dengan sikap oportunis seorang manajer yang lebih pakar maka hasil pengujian informasi dari laporan keuangan serta kekurangan pengamatan dan temuan maka akan menjadi pertimbangan yang menganggap bahwa informasi laporan keuangan sudah merupakan informasi yang sudah cukup. Selain itu data akuntansi (laporan keuangan) dianggap pula sebagai stimulasi dalam pengenalan masalah melalui pelaporan deviasi kinerja aktual dari sasaran standar.

Sikap oportunis merupakan suatu modal bagi seorang manajer tetapi hendaknya mampu mempertimbangkan keadaan-keadaan setelah penawaran (IPO).
Jika penawaran telah selesai maka hendaknya manajer mampu mengambil langkah untuk mengantisipasi menurunnya kinerja perusahaan sebagai akibat manajemen akrual discretionary accruals.

Bagi calon investor hendaknya tidak hanya terfokus pada laporan keuangan untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan karena calon investor juga memiliki oportunis untuk memutuskan membeli saham atau tidak.

KEBUTUHAN BERPARTISIPASI

Oleh: Muh. Iskandar Sabang

PNP (Perceived Need for Participation) merupakan kebutuhan individu dalam berpartisipasi, pada penelitian kebutuhan berpartisipasi adalah berpartisipasi dalam penyusunan anggaran (standar), kebutuhan berpartisipasi tidak selalu signifikan dengan performa sebuah organisasi tetapi ada faktor lain yang mempengaruhinya.
DPA (Degree Participation Allowed) merupakan tingkat partisipasi yang diizinkan atau yang diberikan kepada individu, hal ini juga tidak terlalu signifikan dengan performa sebuah organisasi jika berdiri sendiri.
Kesuksesan dalam penyusunan anggaran (standar) sangat ditentukan oleh PNP dan DPA jika digabungkan secara bersama-sama yang pada akhirnya akan memperbaiki performa organisasi. DPC (Degree Participation Congruence) atau tingkat keselarasan partisipasi yang merupakan penggabungan antara PNP dan DPC akan berkorelasi dengan performa organisasi (dalam hal standar), DPC juga menggambarkan selisih antara PNP dan DPA, DPC yang baik terjadi ketika selisih antara PNP dan DPA mendekati angka 0. Ketika PNP lebih besar dari pada DPA maka individu akan kecewa dengan karena yang diinginkan (keinginan berpartisipasi lebih) tidak tercapai sehingga akan menghasilkan kesesuaian anggaran (standar) yang kurang maksimal. Demikian pula jika DPA lebih besar dari PNP akan berdampak pada terlalu terbebaninya individu dalam penyusunan atau akan terjadi kejenuhan dalam penyusunan sehingga kesesuaian anggaran (standar) juga tidak akan optimal.
Dalam teori partisipasi akan memberikan beberapa manfaat, antara lain:
  1. Meningkatkan rasa kesatuan kelompok, yang pada gilirannya cenderung untuk meningkatkan kerjasama antara anggota dalam penetapan tujuan.
  2. Menurunkan tekanan dan kegelisahan yang berkaitan dengan anggaran.
  3. Menurunkan ketidakadilan yang dipandang ada dalam alokasi sumber daya organisasi antara sub unit organisasi, serta reaksi negatif yang dihasilkan dari persepsi.

Seperti yang dikatakan oleh Michael Foran dan Don DeCoster, Jika seorang pekerja berpartisipasi dalam menetapkan standar kinerjanya sendiri, maka ia akan membuat komitmen yang tegas terhadap standar tersebut, dan oleh karena itu akan bekerja keras untuk mencapainya. Dalam kenyataan pimpinan kadang tidak terlalu memperhatikan hal tersebut, pemimpin kadang tidak mampu membaca tingkat keinginan seseorang (pekerja) dalam berpartisipasi sehingga kepercayaan yang diberikan terkadang kurang atau melebihi dari yang diharapkan. Kondisi lain juga terkadang pemimpin memberikan kepercayaan (DPA) kepada orang-orang yang lebih dekat dengan pimpinan tanpa mempertimbangkan apakah orang tersebut ingin berpartisipasi atau tidak, sehingga mengabaikan orang lain yang mungkin memiliki keinginan untuk berpartisipasi.

Hal yang menyebabkan seorang pimpinan sehingga tidak terlalu memberikan kesempatan untuk berpartisipasi lebih banyak dalam penyusunan anggaran adalah:

  1. Adanya rasa tidak percaya
  2. Resistensi
  3. Konflik internal
  4. Efek samping lainnya yang tidak diinginkan.

Sebaiknya pimpinan organisasi mampu membaca keinginan seseorang dalam proses penyusunan anggaran, namun tidak hanya sampai itu pimpinan juga harus memperhatikan sejauh mana karyawan ingin berpartisipasi. Dengan kedua hal tersebut maka keharmonisan anggaran dapat tercapai.

Untuk seseorang yang mengindikasikan tidak ingin berpartisipasi maka pimpinan tidak seharusnya membiarkan begitu saja tetapi pimpinan harus berusaha menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi karena dengan berpartisipasi akan memberikan dampak yang baik pada hasil kesesuaian anggaran.

PERBAIKAN KUALITAS PRODUK

Oleh: Muh. Iskandar Sabang

Bagaimanakah pendapat anda tentang produk berkualitas? Produk berkualitas pada mata konsumen merupakan produk terbaik dan mahal, namun pernakah dipikirkan bahwa produk berkualitas tersebut semestinya lebih murah dari pada produk yang tidak berkualitas. Mari kita simak kasus berikut.

“Sebuah perusahaan memproduksi televisi, dalam melakukan proses produksinya terkadang ada kesalahan produksi yang menyebabkan produk rusak atau lebih dikenal produk rusak dalam proses atau produk cacat dalam proses. Kesalahan produksi ini bisa disebabkan oleh SDM yang tidak berkualitas, mesin yang digunakan tidak lagi bekerja optimal, prosedur yang tidak tepat, produk yang tidak dirancang baik bentuk maupun teknik produksinya, dan lain-lain. Produk-produk tersebut diketahui rusak tidaknya tentunya setelah dilakukan investigasi atau pemeriksaan sebelum dikemas dan dilempar kepasaran, tindak lanjut terhadap produk rusak tersebut adalah melakukan perbaikan kembali selama produk tersebut masih bisa diperbaiki kemudian diperiksa lagi dan dikemas untuk dilempar ke pasar. Dalam proses pemeriksaan sebelum pengemasan bisa dipastikan bahwa semua produk yang tidak sempurna dapat diketahui sehingga bisa lolos kepasaran, belum lagi produk yang sudah dipastikan baik namun dalam perjalanan dari tempat produksi ke pasar mengalami kerusakan karena guncangan dan lain-lain sebagainya. Konsumen yang secara kebetulan membeli produk rusak tersebut tentunya tidak akan diam apalagi pada keadaan sekarang dimana konsumen sudah mulai pintar mengadu. Pengaduan konsumen tersebut bisa dipastikan akan mengeluarkan biaya, mungkin dengan melakukan penggatian sebahagian (spare part product) atau penggantian secara keseluruhan, itu merupakan kerugian yang secara langsung, disisi lain mungkin konsumen lainnya akan membatalkan niatnya memilih produk tersebut ketika ingin membeli televisi sehingga perusahaan akan kehilangan peluang yang dalam manajemen dikonvesri menjadi biaya yang lebih dikenal biaya kesempatan (opportunity cost)”.

Dalam menentukan harga jual dari produk televisi tersebut tentunya semua biaya-biaya yang terjadi di atas seperti biaya pemeriksaan kualitas, perbaikan, biaya layanan purna jual dan bahkan biaya kesempatan yang timbul juga diperhitungkan, secara otomatis akan berdampak terhadap tingginya harga jual. Semua biaya-biaya tersebut timbul karena perencanaan awal baik model produk yang kurang terencana, jenis bahan yang harus digunakan, cara atau proses pemrosesan yang kurang baik, SDM yang tidak memadai dan lain-lain sebagainya.

Dari semua biaya-biaya yang timbul tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:
  1. Biaya Conformance, adalah biaya-biaya yang timbul sebelum keadaan kualitas suatu produk ditemukan. Biaya ini juga dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu:

  2. Biaya Nonconformance, adalah biaya yang timbul setelah keadaan kualitas suatu produk ditemukan. Biaya ini dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu:Biaya kegagalan internal, biaya ini adalah biaya timbul setelah melakukan proses penilaian dan ditemukan perbedaan terhadap standar yang diharapkan sehingga dilakukan perbaikan ulang.

Biaya Conformance juga dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu:

  1. Biaya pencegahan, biaya ini adalah yang dikeluarkan dalam rangka melakukan persiapan produk seperti biaya riset dan desain, persiapan SDM yang memadai, pembuatan prosedur pengerjaan produk, pemilihan pemasok atas bahan yang dibutuhkan.

  2. Biaya penilaian, biaya ini adalah biaya yang dikeluarkan dalam rangka melakukan penilaian terhadap produk yang telah dibuat, apakah sudah sesuai dengan standar yang diinginkan atau belum.

Biaya Nonconformance juga dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu:

  1. Biaya kegagalan internal, biaya ini adalah biaya timbul setelah melakukan proses penilaian dan ditemukan perbedaan terhadap standar yang diharapkan sehingga dilakukan perbaikan ulang.

  2. Biaya kegagalan eksternal, biaya ini adalah biaya yang timbul setelah kualitas produk ditemukan oleh pelanggan seperti biaya garansi, penggantian ulang, biaya kesempatan dan lain-lain.

Dari biaya-biaya di atas semuanya memiliki keterkaitan, pencegahan yang kurang baik akan memungkinkan terjadinya biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal yang cenderung tinggi. Sementara biaya-biaya tersebut adalah biaya-biaya yang frekuensi terjadinya lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pencegahan. Apabila biaya-biaya tersebut dialihkan ke pencegahan yang frekuensi terjadinya lebih kecil tentunya akan memperkecil kemungkinan terjadinya biaya-biaya lainnya yang frekuensi terjadinya lebih besar, dengan demikian biaya produksi bisa ditekan dan akan menekan pula harga produk.
Berikut ini adalah contoh perbandingan sebelum dan setelah perubahan komposisi biaya:


Kualitas produk yang baik bukan hanya sampai pada penekanan harga jual tetapi mampu meningkatkan laba serta akan menghasilkan return on investment lebih tinggi. Dengan perbaikan kualitas melalui perubahan komposisi biaya-biaya di atas maka akan berdampak pada:

  1. Tingkat retur produk menjadi lebih rendah, dengan tingkat return yang rendah akan mengurangi biaya garansi/purna jual dan biaya perbaikan sehingga akan meningkatkan laba.
  2. Penurunan biaya produksi seperti pengurangan terhadap biaya kegagalan internal seperti pada tabel di atas. Penurunan biaya produk tersebut tentunya akan berdampak pada peningkatan laba.
  3. Nilai yang dirasakan oleh konsumen akan lebih tinggi dengan produk yang berkualitas. Tingginya nilai yang dirasakan ini maka perusahaan memiliki peluang untuk melakukan peningkatan harga jual (peningkatan harga jual sifatnya opsional karena biaya produksi sudah rendah), selain itu pangsa pasar atas produk akan lebih luas. Peningkatan harga jual dan peningkatan pangsa pasar tentunya akan berdampak pada meningkatnya pendapatan dan pendapatan yang meningkat akan menghasilkan laba yang lebih besar.
  4. Dengan perencanaan yang baik maka akan mempersingkat waktu proses (mempercepat thruoghput time) karena menurunnya kegagalan internal sehingga proses pengiriman dapat dilakukan dengan cepat. Proses pengiriman yang lebih cepat merupakan salah satu hal yang diharapkan oleh konsumen sehingga akan berdampak pada terjadinya perluasan pangsa pasar. Perluasan pangsa pasar inilah yang akan berdampak pada peningkatan pendapatan seperti pada point ke-3 di atas.

Praktikum Manajemen Keuangan

PRAKTEK MANEJEMEN KEUANGAN

Buku Praktikum ini di susun oleh tim pengajar manajemen dan keuangan Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Ujung Pandang. Disusun dalam 2 buah buku yaitu Buku 1 berupa informasi perusahaan dan kasus-kasus perusahaan yang akan di selesaikan, buku 2 merupakan lembar kerja untuk penyelesaian kasus-kasus dalam buku 1. Bahan praktek ini terdiri dari 6 job yaitu: Manajemen Modal Kerja (Working Capital Management), Manajemen Kas dan Sekuritas (Cash and Securities Managemen), Manajemen Persediaan (Inventory Management), Manajemen Piutang (Account Receivable Management), Biaya Modal dan Struktur Modal (Cost of Capital and Capital Structure), Analisis Leverage (Leverage Analysis) dan Penganggaran Modal (Capital Budgeting).

Informasi lebih lanjut untuk memperoleh buku ini, dapat mengubungi Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan Jurusan Akuntanasi Politeknik Negeri Ujung Pandang melalui e-mail accounting_pnup@yahoo.com atau iskandarsabang@yahoo.com