Karena sesuatu dan lain hal, blog kami yang awalnya bernama sabangiskandar.blogspot.com diganti menjadi aksiputer.blogspot.com

14 September 2007

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR

Oleh: Muh. Iskandar Sabang

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang, faktor-faktor tersebut adalah:

  1. Ekspor impor, uang pada dasarnya bukan hanya sebagai alat pembayaran tetapi uang pun sama halnya dengan komoditi lainnya yang dapat diperdagangkan. Oleh karena uang tersebut dapat diperdagangkan maka nilai sebuah mata uang akan dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran uang tersebut, semakin banyak permintaan akan suatu mata uang maka akan mengangkat nilai tukar mata uang tersebut dan jika banyak penawaran atas mata uang tersebut maka nilainya pun akan turun. Yang menjadi penyebab atas permintaan dan penawaran atas uang adalah adanya kegiatan ekspor dan impor. Sebagai contoh jika Indonesia akan mengimpor dari Amerika maka Indonesia tentunya membutuhkan Dollar untuk membayar impor tersebut, dan pada saat itulah nilai Dollar akan meningkat.
  2. Inflasi, inflasi adalah kondisi meningkatnya harga barang atau jasa, dengan kata lain menurunnya daya beli suatu mata uang terhadap barang atau jasa. Sebagai contoh pada kondisi normal barang A di Indonesia dinilai dengan harga Rp. 1.000 dan di Amerika dinilai US$ 100 atau Rp. 1.000 setara dengan US$ 100, pada saat di Indonesia terjadi inflasi sebesar 50% dan pada saat yang bersamaan inflasi di Amerika sebesar 10% maka barang A di Indonesia akan dinilai sebesar Rp. 1500 (1.000 + (1.000 x 50%)) dan di Amerika menjadi US$ 110 (100 x (100 x 10%)). Apabila dibandingkan dengan kondisi normal, jika orang Amerika akan membeli barang A maka harus membayar sebesar US$ 150 (100/1000 * 1500) berarti orang Amerika akan lebih membeli di negaranya sendiri karena harganya hanya sebesar $ 110 hal ini akan menyebabkan turunnya potensi ekspor yang akhirnya akan mengurangi permintaan Rupiah oleh orang Amerika. Sebaliknya jika orang Indonesia akan membeli barang A di Indonesia maka harus mambayar sebesar Rp. 1.500 dan jika dikonversi ke dollar maka akan bernilai US$ 150 sementara pada saat yang sama di Amerika hanya bernilai US$ 110 berarti orang Indonesia akan lebih memilih untuk mengimpor dari Amerika, kegiatan impor ini akan menyebabkan tingginya permintaan mata uang dollar yang akhirnya akan meningkatkan nilai dollar terhadap rupiah.
    Dengan asumsi bahwa mata uang dollar tidak mangalami inflasi dan rupiah menurun dari Rp. 1000 menjadi Rp. 1500 maka kondisi tersebut dikatakan US$ mengalami apresiasi terhadap rupiah atau rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar.
    Besarnya apresiasi atau depresiasi dapat dihitung dengan cara seperti berikut: Apresiasi (depresiasi $) = (kondisi1 – kondisi0 )/ kondisi0 ==> (1500 – 1000) / 1000 = 50%; Apresiasi (depresiasi Rp) = (kondisi0 – kondisi1)/kondisi1 ==>(1000 – 1500) / 1500 = 33,33%
  3. Tingkat bunga, secara teori tingkat bunga merupakan tingkat keuntungan riil ditambah dengan tingkat keuntungan premi risiko. Premi risiko adalah tingkat keuntungan untuk menutupi risiko seperti risiko inflasi, likuiditas dan lain-lain sebagainya. Jadi apabila tingkat bunga lebih kecil dari pada tingkat inflasi maka tingkat bunga tersebut tidak akan menarik minat penabung. Hubungannya dengan nilai tukar, apabila inflasi di Indonesia mencapai 50% dan di Amerika sebesar 10% maka tingkat bunga yang sebaiknya di Indonesia adalah di atas 50% dan di Amerika adalah di Atas 10%. Apabila tingkat suku bunga di Indonesia hanya sebesar 30% dan di Amerika sebesar 20% maka minat penabung untuk mendepositokan uangnya di Indonesia akan berkurang dan akan beralih menabung dalam bentuk dollar, akibatnya permintaan akan dollar akan meningkat dan permintaan inilah yang meningkatkan nilai tukar dollar. Sebagai contoh, pada kondisi normal untuk membeli sebuah barang dibutuhkan uang sebesar Rp. 1.000 atau sebesar US$ 100. Ketika di Indonesia terjadi inflasi sebesar 50% dan di Amerika terjadi inflasi 10% maka uang yang dibutuhkan untuk membeli suatu barang sebesar Rp. 1500 atau US$ 110 Jika uang sebesar Rp. 1.000 ditabung dengan tingkat bunga sebesar 40% (di bawah 50%) maka akan akhirnya akan menjadi Rp. 1.400 dan di Amerika tingkat bunga 10% (sama dengan tingkat inflasi) maka uang US$ 100 akan menjadi US$ 110. Coba perhatikan karena inflasi pada kedua negara maka barang yang nilainya US$ 110 dapat dibeli dengan uang Rp. 1.500 namun karena ditabung maka untuk membeli barang tersebut tidaklah cukup karena hanya menghasilkan Rp. 1.400.
  4. Market expectation (pengharapan pasar) pada kondisi masa datang, sebagai illustrasi pada pengharapan pasar ini adalah jika suatu barang pada masa mendatang harganya diperkirakan akan turun drastis maka barang tersebut akan dijual pada saat sekarang untuk menghindari kerugian yang lebih besar, atau sebaliknya jika diperkirakan akan meningkat tajam (daya beli uang menurun) karena terjadinya inflasi maka barang tersebut akan dibeli segera atau dibelanjakan dengan membeli mata uang yang nilainya stabil. Jika uang dianggap sebagai suatu komoditi/barang maka apabila nilainya tukarnya diperkirakan tinggi pada masa mendatang (US$. 1 sebesar Rp. 9.000 diperkirakan menjadi Rp. 8.000) maka uang tersebut akan dipertahankan tetapi jika pada masa mendatang diperkirakan turun (US$. 1 sebesar Rp. 8.000 diperkirakan menjadi Rp. 9.000) maka uang tersebut akan dibelanjakan sesegera mungkin. Hal inilah yang akan menjadi pemicu untuk melakukan permintaan atau penawaran atau suatu mata uang. Pengharapan pasar ini dapat dipicu oleh berbagai hal diantaranya adalah perkiraan inflasi pasar masa mendatang, alasan lainnya adalah dengan pertimbangan kredibilitas atau independensi dari bank sentral dalam hal ini pimpinan bank sentral, jika bank central ketat dalam hal penetapan tingkat suku bunga maka hal ini akan mempengaruhi harapan pasar.
  5. Intervensi bank central di pasar valuta asing, intervensi bank central dapat dilakukan dengan cara melakukan pengendalian terhadap suku bunga atau dengan cara menjual atau melakukan pembelian secara langsung mata uang asing di pasaran. Jika nilai rupiah mengalami apresiasi yang tinggi maka bank sentral akan menurunkan tingkat bunga atau melakukan pembelian mata uang asing dan sebaliknya jika mengalami depresiasi maka suku bunga akan dinaikkan atau dengan menjual mata uang asing.

10 September 2007

RISIKO dan BETA

Oleh: Muh. Iskandar Sabang
RISIKO
Dalam melakukan investasi, investor biasanya akan mempertimbangkan dua hal yaitu seberapa besar return yang dapat diperoleh dan seberapa besar risiko yang mungkin dihadapi. Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return yang diharapkan, semakin besar kemungkinan perbedaannya maka berarti semakin besar risiko investasi tersebut. Terdapat beberapa sumber risiko yang dapat mempengaruhi besarnya risiko suatu investasi, sumber tersebut antara lain (Tandeliling, 2001):
  1. Risiko suku bunga
  2. Risiko pasar
  3. Risiko inflasi
  4. Risiko bisnis
  5. Risiko finansial
  6. Risiko likuiditas
  7. Risiko nilai tukar mata uang
  8. Risiko negara

Di samping berbagai sumber risiko tersebut, dalam manajemen investasi modern juga dikenal pembagian risiko total investasi ke dalam dua jenis resiko, yaitu risiko sistematis dan resiko tidak sistematis.

Risiko sistematis adalah bagian risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan pembentukan portofolio, Risiko ini akan ditemui pada semua jenis investasi. Risiko ini terjadi karena kejadian-kejadian diluar kegiatan perusahaan seperti inflasi, resesi, dan lain sebagainya. Risiko ini sering pula disebut dengan risiko yang tidak dapat didiversifikasikan atau risiko pasar atau risiko umum.

Risiko tidak sistematis merupakan risiko sekuritas yang dapat dihilangkan dengan membentuk portofolio, risiko ini akan ditemui pada salah satu investasi namun tidak akan ditemui pada jenis investasi lainnya, risiko ini merupakan risiko unik suatu perusahaan. Risiko ini disebabkan oleh kejadian intern sebuah perusahaan seperti pemogokan buruh, tuntutan oleh pihak lain, penelitian yang tidak berhasil dan sebagainya. Risiko ini sering pula disebut risiko perusahaan atau risiko spesifik atau risiko yang tidak dapat didiversifikasikan.
Sebagai gambaran berikut ini adalah beberapa risiko yang terjadi dalam beberapa perusahaan:


Risiko A merupakan risiko tidak sistematis karena hanya ditemukan ketika melakukan investasi pada saham perusahaan X demikian pula risiko B, risiko C juga merupakan risiko tidak sistematis karena risiko tersebut tidak terjadi pada perusahaan Y sedangkan risiko D merupakan risiko yang sifatnya sistematis karena terjadi pada saat melakukan perusahaan X, Y dan Z.

Hasil penjumlahan risiko yang ditemukan pada suatu investasi disebut dengan risiko total, pada contoh di atas, risiko total pada perusahaan X adalah risiko A + C + D. Dalam hal portofolio risiko total akan semakin kecil dialami oleh investor jika melakukan investasi dengan tingkat diversifikasi yang lebih banyak sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut:


BETA

Beta merupakan suatu pengukur volatilitas (volatility) return suatu sekuritas (gain + deviden/bunga) atau return portofolio terhadap return pasar. Volatilitas sendiri adalah frekuensi dari return-return suatu sekuritas atau portofolio suatu sekuritas dalam suatu periode waktu tertentu. Beta sekuritas ke - i mengukur volatilitas return sekuritas ke-i dengan return pasar. Beta portofolio mengukur volatilitas return portofolio dengan return pasar, dengan demikian risiko sistematis dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap suatu pasar. Jika volatilitas suatu sekuritas atau portofolio secara statistik mengikuti fluktuasi dari return-return pasar, maka beta dari suatu sekuritas atau portofolio tersebut dikatakan bernilai 1. Karena fluktuasi juga sebagai pengukur dari risiko (varian return sebagai pengukur resiko merupakan fluktuasi dari return-return terhadap ekspektasinya), maka beta bernilai 1 menunjukkan bahwa risiko sistematis suatu sekuritas atau portofolio sama dengan risiko pasar. Beta bernilai 1 ini menunjukkan bahwa perubahan return pasar sebesar x%, secara rata-rata, sekuritas atau portofolio akan berubah juga sebesar x%.

Dilihat dari peruntukan beta dalam kaitannya dengan risiko sistematis maka beta dapat dibagi dua yaitu beta sekuritas dan beta portofolio. Untuk mengetahui beta portofolio maka beta masing-masing sekuritas perlu dihitung terlebih dahulu.

Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang menggunakan data historis yang selanjutnya beta hasil perhitungan dapat digunakan untuk mengestimasi beta masa datang. Beta data historis dapat dihitung dengan menggunakan data historis berupa data pasar (return sekuritas dan return pasar), data akuntansi (laba-laba perusahaan dan laba index pasar) atau data fundamental (menggunakan variabel-variabel fundamental). Beta yang dihitung dengan data pasar disebut dengan beta pasar, beta yang dihitung dengan data akuntansi disebut dengan beta akuntansi dan beta yang dihitung dengan data fundamental disebut dengan beta fundamental.

Beta pasar dapat diestimasi dengan mengumpulkan nilai-nilai historis dari sekuritas dan return dari pasar selama periode tertentu. Dengan asumsi bahwa hubungan antara return-return sekuritas dan return-return pasar adalah linear maka beta pasar dapat diestimasi dengan cara memplot garis diantara titik return.

Contoh berikut adalah return sekuritas saham A (RA) dan return pasar dengan IHSG (RM):

Besarnya beta pasar untuk saham A di atas adalah:

Beta juga dapat dihitung dengan menggunakan teknik regresi, teknik regresi untuk mengestimasi beta suatu sekuritas dapat dilakukan dengan menggunakan return-return sekuritas sebagai variabel dependent dan return-return pasar sebagai variabel independent. Persamaan regresi yang dihasilkan dari data time series akan menghasilkan koefisien beta yang diasumsikan stabil dari waktu ke waktu, jika sifatnya stabil maka semakin lama periode observasi yang digunakan pada persamaan regresi, semakin lebih baik hasil dari beta. Persamaan regresi yang digunakan untuk mengestimasi beta dapat didasarkan pada indeks tunggal atau model pasar dan dapat pula dengan menggunakan model CAPM (Capital Asset Pricing Model).

Beta dengan index tunggal dapat dihitung dengan persamaan berikut:


Berikut ini adalah hasil perhitungan dengan teknik regresi:
Dari hasil regresi di atas, persamaan regresi yang didapat adalah:

Beta merupakan koefisien parameter dari variabel RM, yaitu sebesar 0,827464789. Koefisien ini adalah sifginifikan dengan p-value 0,0000378. Beta yang diperoleh dari teknik regresi tidak menyimpang jauh dari beta yang dihitung dengan teknik plotting sebesar 1,09.

Beta dengan model CAPM (Capital Asset Pricing Model) dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Dengan model ini return market ditambahkan dengan return-return bebas resiko (RBR)

Berikut ini adalah hasil perhitungan dengan teknik regresi:
Dari hasil regresi di atas, persamaan regresi yang didapat adalah:
Besarnya beta adalah 0,561864341 yang secara statistik signifikan dengan P-value 0,009473
Secara definisi beta merupakan pengukur volatilitas antara return-return suatu sekuritas (portofolio) dengan return-return pasar. Jika volatilitas diukur dengan kovarian, maka kovarian return antara sekuritas ke – i dengan return pasar adalah sebesar σiM. Jika kovarian ini dihubungkan dengan relatif risiko pasar (yaitu dibagi dengan varian return pasar atau σM2) maka hasil ini akan mengukur risiko sekuritas ke – i relatif terhadap risiko pasar atau disebut dengan beta. Dengan demikian beta dapat dihitung dengan:

Besarnya beta adalah sebagai berikut:













Praktikum Manajemen Keuangan

PRAKTEK MANEJEMEN KEUANGAN

Buku Praktikum ini di susun oleh tim pengajar manajemen dan keuangan Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Ujung Pandang. Disusun dalam 2 buah buku yaitu Buku 1 berupa informasi perusahaan dan kasus-kasus perusahaan yang akan di selesaikan, buku 2 merupakan lembar kerja untuk penyelesaian kasus-kasus dalam buku 1. Bahan praktek ini terdiri dari 6 job yaitu: Manajemen Modal Kerja (Working Capital Management), Manajemen Kas dan Sekuritas (Cash and Securities Managemen), Manajemen Persediaan (Inventory Management), Manajemen Piutang (Account Receivable Management), Biaya Modal dan Struktur Modal (Cost of Capital and Capital Structure), Analisis Leverage (Leverage Analysis) dan Penganggaran Modal (Capital Budgeting).

Informasi lebih lanjut untuk memperoleh buku ini, dapat mengubungi Pusat Pengembangan Akuntansi dan Keuangan Jurusan Akuntanasi Politeknik Negeri Ujung Pandang melalui e-mail accounting_pnup@yahoo.com atau iskandarsabang@yahoo.com